Civil Society Organizations di Aras Lokal
Abstract
Abstract
This articleattemps like to see the characteristics of CSOs in Indonesia, to see the extent to which their participation in the formulation of public policy and what factors influence it. This paper shows that the involvement of NGOs in the formulation of public policy by the local government tends only as a legitimate need only, that what has been decided has been done by involving the community. It is deliberately conditioned to perpetuate the dominance of LGs and DPRDs in the preparation of APBD. Whereas CSOs/NGOs in carrying out their activities still have internal constraints and weaknesses, namely lack of experience in doing advocacy works, weaknesses in network building and also influenced by the response of local government and also by donor agencies. This condition has implications for the non-participation of CSOs in the process of public policy formulation in Indonesia. In a democratic system of government, the concept of community participation is one important concept because it is directly related to the nature of democracy as a government system that focuses on the people as the holder of sovereignty. In the context of the formulation of public policy participation becomes a key word that must be realized and practiced by the Local Government so that public policy is no longer a matter of the Regional Government alone. The change in political concomitants following the post-New Order political decentralization brought enormous implications for local politics. The regional government in this case has no choice but to reform the good governance.
Keywords: NGO, participation, public policy, local government
Abstrak
Tulisan ini hendak melihat karakteristik CSO di Indonesia, melihat sejauh mana partisipasinya dalam perumusan kebijakan publik serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tulisan ini menunjukkan bahwa pelibatan LSM dalam perumusan kebijakan publik oleh Pemerintah daerah cenderung hanya sebagai kebutuhan legitimasi semata, bahwa apa yang diputuskan sudah dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Hal ini sengaja dikondisikan untuk melanggengkan dominasi Pemda dan DPRD dalam penyusunan APBD. Bahwa CSO/LSM dalam menjalankan aktifitasnya masih menyimpan kendala dan kelemahan secara internal, yaitu kurangnya pengalaman dalam melakukan kerja-kerja advokasi, kelemahan dalam membangun jaringan serta dipengaruhi pula oleh respon Pemerintah Daerah dan juga oleh lembaga donor. Kondisi ini, membawa implikasi pada tidak maksimalnya partisipasi CSO dalam proses perumusan kebijakan publik di Indonesia. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dalam konteks perumusan kebijakan publik partisipasi menjadi kata kunci yang harus diwujudkan dan dipraktekkan oleh Pemerintah Daerah sehingga kebijakan publik tidak lagi menjadi persoalan Pemerintah Daerah semata. Perubahan konstalasi politik menyusul desentralisasi politik pasca Orde Baru membawa implikasi yang sangat besar pada perpolitikan lokal. Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan pembaharuan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kata Kunci : LSM, partisipasi, kebijakan publik, pemerintah daerah
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.33373/jtp.v1i2.1059
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Office:
Department of Government Studies, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Riau Kepulauan
unit E
Jl. Pahlawan No. 99, Bukit Tempayan, Batu Aji, Kota Batam
Contact: (0778) 39275
e-mail: jurnaltriaspolitika2017@gmail.com
________________________________________________________________________________________________________________________________
In Cooperation with: Powered By:
Jurnal Trias Politika (JTP) is licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional.